Kecepatan sebuah batu dan sehelai kertas yang jatuh
dari ketinggian yang sama akan sangat berbeda.
Jiwa polosku kini telah berwarna dengan coretan indah dari cintamu, siapa lagi kalau bukan secarik kertas polos yang telah kau coret dengan kasihmu. Kadang aku ingin rasanya menyesal menjadi kertas, karena saat aku terjatuh butuh waktu lama untuk sampai kedaratan, aku terombang-ambing di udara terbang terbawa angin mengelilingi pedihnya polusi udara.
Andai aku jadi batu yang hanya diam dan tak peduli dengan apapun yang terjadi.
Bagaimana mungkin aku terbang mencari cinta yang lain saat sayap-sayap ku telah patah karena cintamu, dan aku juga tak mungkin bisa berlari mendekati cinta yang lain karena kakiku telah lumpuh oleh indahnya kasih sayangmu
Masih mustahil bagiku mencari cinta yang lain, hingga tuhan mengubah rasa ini.
Episode 1
Hujan Dihari Pertama
Pagi itu hujan gerimis, tubuhku bahkan tulang ini menggigil karena sejujurnya tubuhku tidak bisa menahan rasa dingin. Tubuh kurus dan kering ini memang tak sekuat hatiku untuk mengikuti perkuliahan perdanaku di kelas E yang kebetulan akan belajar Geometri Bidang. Wah aneh, aku juga tidak tahu apa itu geometri bidang, karena sejujurnya jurusan Matematika bukan pilihan yang aku inginkan. Sepintas aku pandangi seluruh sudut di gedung perkuliahan itu, tak ku sangka kini aku menjadi seorang mahasiswa pendidikan matematika disebuah perguruan tinggi swasta kota Padang Sumatera Barat.
Bismillahirrahmannirrahim . . . . .
Ini adalah langkah pertamaku memasuki kelas yang sudah ramai dengan teman-teman mahasiswa baru yang sibuk berkenalan. Dengan sekonyong-konyongnya ku beranikan diri duduk di bangku paling belakang, waktu itu aku belum begitu kenal dengan teman-teman sekelasku. Serentak mereka menghampiriki sambil berkata : “Hei . . .kamu di kelas ini juga ?, wah asyik ni sekelas sama King tahun 2008”. Ya, aku memang terpilih menjadi King pada Orientasi Mahasiswa baru di kampusku. Dengan sebuah senyuman kecil ku jabat tangan mereka yang dari tadi sudah mengulurkan tangan untuk bersalaman. “Namaku Joni, Joni Warman” ujarku dengan logat Mandailing bercampur Jawa. , aku berasal dari suku Mandailing sebuah suku yang terdapat di daerah Sumatera Barat dan lebih berkembang di Sumatera Utara. Itulah sesi perkenalan pertamaku dengan teman-teman sekelasku. Satu persatu ku coba ingat wajah dan nama mereka, aku tergolong orang yang sulit mengingat nama orang lain walaupun wajahnya aku ingat, bahkan yang paling menyedihkan sampai sekarang banyak teman-teman SMA yang belum kuketahui namanya. Itu hanya sebuah kelemahan kecil yang selalu ku coba cari solusinya walaupun sampai sekarang belum berhasil.
Sesaat semuanya diam dengan kedatangan seorang wanita dengan busana Blazernya yang anggun berwarna cokelat lengkap dengan lesung pipinya yang manis, dia adalah dosen yang ditunggu-tunggu dari tadi.
“Oke Class, hari ini adalah pertemuan pertama kita dan hari ini Anda resmi menjadi seorang mahasiswa” Ujarnya sambil melanjutkan dengan memperkenalkan dirinya.
Yuli panggilan akrab dosen pertamaku. Secara bergantian kami disuruh memperkenalkan diri dan aku mendapat giliran terakhir sesuai dengan tempat dudukku yang paling belakang.
Semuanya biasa saja, aku berdiri di depan kelas kupandangi satu persatu wajah-wajah baru yang duduk sambil menatapku. Sesaat pandanganku terhenti pada seorang gadis dengan jilbab putihnya yang tampak ayu dan berbadan agak kecil. Karena takut ketahuan langsung kuperkenalkan diriku.
Semenjak itu aku sering mencuri pandang senyumnya yang lumayan manis dengan nada bicara lantang dan logat minangnya yang kental. Dua hari kemudian aku baru tahu namanya Apricya yang lebih akrab dipanggil Cici.
Aku tak menyangka dia akan menjadi teman akrabku dengan dua orang lainnya Putri dan Adi. Kami selalu bersama saat di kampus, sambil menikmati es krim buatan mas-mas yang berasal dari Jawa, sebenarnya kami menyebutnya Es Puding. Kami selalu bersenda gurau di bawah sebatang pohon yang ada di halaman kampus sambil menikmati kesegaran Es Puding buatan mas yang ternyata bernama mas Igun. Hmmmmm suatu anugerah besar aku bisa setiap hari bertemu dan bersenda gurau dengannya, melihat senyum manisnya.
Akan lebih sempurna rasanya bila ia bisa menjadi orang yang spesial di hatiku. Itulah yang terpikir olehku, padahal teman-teman yang lain lagi sibuk berbincang tentang dosen-dosen yang baru kami kenal.
Begitulah keadaan itu berulang setiap hari seolah-olah kami menjalani sebuah ritual makan Es Puding di bawah pohon taman kampus yang lokasinya sangat sempit dan bising dengan kendaraan mahasiswa lain yang hampir tiap detik lalu lalang disekitaran taman, maklum lokasi parkir berada di samping taman dengan manajemen perparkiran yang apa adanya. Sesekali kadang aku juga berpikir dan membayangkan bagaimana tata letak yang bagus untuk tempat parkir sesuai dengan keadaan lokasi kampus yang sangat kecil. Tapi itu hanya sebatas khayalan dan bukan keahlianku untuk mengatur tata letak ruang seperti itu.
Episode 2
Gadis Singkarak Itu Namanya Apricya Bening
Siang ini kota Padang mulai kurasakan membakar kulitku, panasnya mebuatku berkhayal membayangkan seolah aku berada di tanah Arab, konon katanya sangat panas bahkan ubun-ubunpun serasa akan melebur, sayang di sini tidak ada gurun pasir dan Unta yang menjadi ciri khas negeri Arab, sebuah negeri yang selama hanya ada dalam pikiranku, ingin rasanya aku kesana menikmati panas yang menusuk ubun-ubun tentunya sambil membawa pulang gelar Haji yang mabrur.
Lamunanku tersentak ketika tiba-tiba aku teringat bahwa kini adalah tahun kedua aku kuliah dijurusan yang mulai aku tekuni. Sebuah jurusan yang sebenarnya tidak kumengerti seperti halnya teman-temanku, setiap hari bergelut dengan rumus, teori, hukum, lemma, defenisi, teorema yang tersusun rapi dalam berbagai pasal-pasal seperti halnya yang termaktub dalam buku Kalkulus, sebuah cabang ilmu Matematika yang memperkenalkan ilmu bilangan, garis lurus, grafik, turunan, limit bahkan integral dengan segala macam aturannya. Yang lebih rumit lagi aku temukan pada buku Persamaan Differensial (Differensial Equation) sebuah cabang ilmu yang mulai menggabungkan berbagai cabang ilmu Matematika tentang homogenitas, linear, non-linear, eksak, non-eksak mulai orde satu hingga orde ke-n sampai aplikasinya pada disiplin ilmu lain. Kejenuhanku kadang timbul ketika aku mulai mempelajari beberapa materi persamaan differnsial tentang teori Laplace, Deret Fourier semua itu membuat aku jenuh. Tanpa pikir panjang lagi untuk kedua mata kuliah itu aku dihadiahkan nilai yang indah oleh dosenku, apa lagi kalau bukan nilai C untuk Kalkulus 1 dan E untuk Persamaan Differensial. Aku hanya bisa tersenyum melirik nilai itu dengan beribu tetesan air mata yang membeku disela-sela pelupuk mataku.
Aku semakin tersentak dari lamunanku saat kudengar bunyi dering semakin keras, perlahan kutelusuri sumber bunyi itu yang ternyata dari sebuah handphone jadul satu-satunya milikku, Apricya itulah nama pada panggilan masuk yang sepintas sempat kubaca pada layar handphone itu sebelum kubergegas menerima telfon darinya.
“Assalamualaikum, Halo Ci” ucapku dengan lembut
“Waalaikumsalam, kamu lagi ngapain ?”tanyanya singkat
“Biasalah, duduk bermenung sambil nunggu telfon dari kamu”
“Mulai deh merayunya”
“Siapa yang merayu juga ?”
“Gak siang, malam, pagi, sore merayu aja”
“Ha...ha...ha... bisa kamu Ci”
“Tapi emang benerkan kamu mearu terus ?” tanyanya meyakinkan
“Tapi kamu sukakan aku rayu ?” jawabku menggodanya
“Iiih . . . dasar kamu, udah mandi belum ?”
“Belum, tapi tadi pagi udah” jawabku sambil tertawa kecil
“Pintar banget nyari alasan, udah cepat sana mandi ! kamu bau keringat, baunya sampai kesini, cepet mandi habis itu baru kita telfonan lagi, ada yang mau aku ceritakan sama kamu”
“Ya, tapi mau cerita apa dulu ni ?”
“Makanya cepat mandi, baru aku cerita”
“OK, aku mandi sekarang kalau begitu”
“Gitu dong, cepat ya”
“Sip, see you”jawabku sambil mengakhiri telfon dan beranjak ke kamar mandi.
Ia memang seorang wanita yang penuh dengan ribuan rahasia,
“Tuhan jika memang ini yang terbaik bagiku, maka kuatkan aku dan berikan aku keikhlasan. Namun jika ini akan membawaku jauh darimu, maka lepaskan aku dari keadaan ini, jangan biarkan aku terlalu lama melakukan yang tidak kuinginkan dan sesuatu yang membawa diriku dalam kemaksiatan”
Doaku pada tuhan dalam setiap shalatku. Selalu kusempatkan berdoa untuk hal itu, karena aku yakin, kehidupan asmaraku sangat berpengaruh pada karier yang aku jalani.
Tuhan mendengar doaku, akhirnya hubunganku berakhir dengan Dia, disatu sisi aku sedih, namun disisi lain terasa lega, entah perasaan apa ini aku juga tidak mengerti.Rasanya hidup ini seperti sandiwara dengan sutradara yang tidak dikenal serta scrip dialog yang tidak jelas dan lebih parahnya lagi aku adalah lakon utamanya.
“kuk ... ku kuk ... kuk kuruyuk ... “ tiba-tiba nada Handphoneku berbunyi yang sudah aku setting dengan nada Roster sebagai pengingat pesan, ia berdering dan bergetar hingga ku tersentak dan bergegas membaca pesan itu.
“Teman-teman kita tidak jadi kuliah hari ini dan diganti minggu depan, jadwal menyusul”
Ternyata itu sebuah pesan singkat (SMS) dari salah seorang teman sekelasku, pesan itu membawa kabar yang menggembirakan, ingin rasanya aku meloncat sambil berteriak hore ... tapi aku lebih memilih menghempaskan badan di atas kasur empuk sambil tersenyum ria. Terlintas dipikirku kenapa aku dan teman-temanku begitu senang kalau kuliah dibatalkan dengan berbagai alasan, toh nanti akan diganti juga harinya. Bahkan kadang beberapa temanku berharap agar dosennya tidak datang. Inilah sebuah kebiasaan buruk yang rasanya sangat menyenangkan, resikonya diakhir semester kami harus kalang kabut menyelesaikan tugas dan mengejar ketertinggalan kuliah sebelumnya.
“Pagi2 mk4n Sem4ngka, kamu lagi Apa ?”
Sebuah SMS versi pantun kulayangkan pada temanku Cici. SMS seperti itu memang lagi trend saat itu. Entah kenapa aku tiba-tiba aku berusaha membangun komunikasi dengannya sore itu.
“Belajar K4rate, gk bis4 mukul. Lagi Bete gk jadi Kul”Balasnya
Dengan ekpresi ketus kutersenyum membaca SMSnya, aku tau dia seorang mahasiswa yang paling rajin kuliah dibanding aku dan teman-temanku, kuliah yang diundur hari ini pasti membuat dia sangat kesal. Tidak heran jika dia juga tergolong salah satu mahasiswa yang mendapat Indeks Prrestasi tinggi. Wanita ini sangat rajin belajar, tekun, ulet dan juga cekatan. Dia seorang wanita yang taat beribadah, tidak pernah lupa memakai jilbab. Aku sempat membayangkan suaranya yang nyaring dengan raut wajahnya yang khas, senyum manisnya dan logat minangnya yang kental. Wanita ini menurutku unik, langka dan menarik.
“Makan sate minumnya susu, jangan Bete kan ada aku J” kubalas SMSnya
“Kamu tu ya, merayu aja kerjanya”
“Dikit ... sambil menyelam, minum air terus tengelam. Hehehe . . .”
“Dasar,, kamu tu merayu ja”
“Tapi suka kan ?”
“Udah ah,, ci mau mandi dlu”
“OK” jawabku singkat.
Setelah meneguk segelas air putih, kuhempaskan kembali badanku kekasur yang begitu empuk. Sesaat aku bayangkan bagaimana kesalnya dia karena tidak jadi kuliah, wajahnya yang ayu dan senyumnya yang khas pasti berubah drastis dan akan terlihat menarik, tanpa kusadari ternyata aku tersenyum kecil membayangkannya. Bayanganku semakin menjadi ketika kubayangkan betapa keras kepalanya ia kalau lagi berbincang-bincang, melontarkan berbagai alasan yang menurutnya relevan, tapi lebih sering alasannya jauh dari relevan.
(Bagian ini masih bersambung)
●∞●
Hujan lagi . . .. . .
Namaku kini berubah, teman-temanku lebih suka memanggilku Joe, bukan Joni. Aku sih gak masalah mereka mau manggil apa, yang enting masih sopan. Hari-hariku senmakin akrab dengan Cici, selama kuliah dan pulang kuliah selalu bersama. Aku pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, sebelum semuanya terlambat.
“Ci, pulang kuliah ntar kamu mau kemana ?” Tanyaku sambil memasukkan buku kedalam tas setelah selesai kuliah Aljabar Linear Elementer salah satu mata kuliah yang cukup membosankan.
“belum ada rencana tu, mang kenapa?” Jawabnya dengan lembut
“Gak ada, tapi kalau kamu gak keberatan dan ada waktu luang gimana kalau kita ngerjain tugas bareng ?”Ajakku sambil menatapnya malu
“Mmmmmmm . . . boleh, tapi kita langsung kekosan ku ya” jawabnya tegas dengan logat minangnya yang lumayan kental
“Ok, No problem” jawabku singkat
Sambil bercanda ria, kami pulang melangkah menuju kos-kosannya. Seperti biasa kami bercerita panjang lebar tapi kami tidak tahu apa topik pembicaraan kami.
Sesampai di tempat tujuan, ia langsung mengambil segelas air putih seperti biasa, kami memang selalu minum segelas berdua. Bukan karena pelit, tapi itulah kebiasaan kami, minum dan kadang-kadang makan sepiring berdua.
Disela-sela keseriusannya mengerjakan tugas kusempatkan juga melirik mata indah dan wajah seriusnya, kulihat ada sebuah tahi lalat di bawah mata sebelah kanannya. Kombinasi yang sangat indah untuk dipandang walaupun hanya sepintas karena aku takut juga ketahuan.
Begitulah hari-hari kami lalui, berdua di kampus, pulang bareng dan SMSan sampai malam.
Tepat tanggal 01 Januari 2010, malam itu adalah malam pertama kami telfonan sampai jamm 3 dini hari. Sejak mlam itu kami sering telfonan sampai tengah malam, bercerita panjang lebar, bercanda tapi kami tidak tahu apa topik pembicaraan kami. Hingga suatu malam kami janjian untuk bertemu esok pagi di tempat kosnya.
Tepat jam 09.00 pagi itu aku sudah berada di depan kosnya, menanti dengan perasaan gugup dan takut salah tingkah. Sekitar 5 menit kemudian aku melihat seorang wanita denagn “Jacket Kuning”keluar dari dalam rumah. Tak sadar terucap oleh “Subhanallah, kenapa dia begitu anggun ?”. Dia terlihat cantik dengan jacket kuningnya ditambah jilbab putih yang membuat wajahnya begitu indah untuk dipandang.
“hay, silahkan masuk, duduk di sini, jangan bengong ja” Ujarnya sambil meletakkan buku di atas meja yang ada di teras kosnya
“Kamu apa kabar ?” tanyaku sambil mencoba memberikan senyum termanis semaksimal yang aku punya.
“Biasa, sehat” jawabnya singkat
Sambil duduk kusempatkan melihat wajahnya yang indah.
“Udah makan Joe ?” tanyanya sambil menatapku serius
“uu uuuud uudah tadi” Balasku menjawab kaku karena masih terpesona dengan wajah indah dan keanggunannya memakai jacket kuning.
"Kamu udah makan ?" sambil memegang daguku yang sedikit berjenggot melanjutkan pertanyaanku padanya.
"Udah, tadi Ci masak, ntar kita makan siang di sini ya" tegasnya sambil menatapku.
Spontan aku merasa salah tingkah, gugup dan tak tahu harus menjawab apa melihat pandangan dari bola matanya yang bulat.
"Gak usah takut, gratis kok" sambungnya sambil tertawa kecil sehingga aku bisa melihat gigi putihnya yang tidak jauh beda dengan gigiku yang berantakan.
"Ah . . . kamu bisa aja, pasti sambalnya pedas iya kan ?"
"Gak juga kok, biasa aja, ketahuan ni si Joe gak bisa makan pedas" jawabnya dengan nada sedikit mengejek
Aku cuma bisa tersenyum melihat keceriaan di wajah manisnya yang ayu dan terlihat sangat naturaL.
Dalam keterpakuan menatap suatu pemandangan indah di depan mataku, ku tatap bola matanya yang bulat dan setitik tahi lalat berwarna cokelat di bawah kelopak mata sebelah kanannya. Aku tak sadar dan benar-benar tidak tahu entah apa yang ia bicarakan hingga akhirnya ia masuk ke dalam rumah sehingga aku kehilangan pemandangan indahku. Dalam hati aku bertanya, apa yang telah aku lakukan ? kenapa ia pergi ?
Belum sempat aku terka jawaban dari semua pertanyaan itu, ia telah muncul kembali sambil membawa segelas air putih dengan gelas berwarna bening polos.
Sambil merapikan jacketnya ia duduk dan berkata : “ Ayo diminum airnya, jangan diliatin aja”
“Iya makasih, kamu baik bangat sih”
“Jangan lebay deh, aku kan jadi malu” Jawabnya sambil tertawa kecil
“Lho... kenapa ? aku kan bicara apa adanya”
“Gombal si Joe, udah pandai ngegombal sekarang ya ?”
“Gak ah, aku gak gombal, lagian ngapain juga Joe gombalin teman sendiri”
“Biasa ja, mana tau ada maksud lain, ada maksud lain juga gak apa-apa”
Spontan aku terkejut mendengar kata-katanya, dalam hati aku bertanya apakah dia tahu kalau aku dari dulu sangat mengaguminya ?.
“Masak sih . . .? Joe kan masih kecil, belum tau apa-apa, aku masih polos lho .. .” Jawabku sambil tertawa kecil dengan nada sedikit bercanda mencoba mencairkan susana.
“Oia ci, sebenarnya kita mau ngapaian ? tumben pagi-pagi nyuruh Joe ke sini ?”
“Gak tau juga mau ngapain, yang pasti sekarang kita gak ada kuliah, tugas juga gak ada, ya kita cerita-cerita saja di sini, dari pada kita ceritanya lewat telfon, kan gak asyik, lagi pula gak bagus buat kesehatan kan ?”
“Kamu bisa aja, tapi aku senang kok bisa ketemu kamu”
“Cie . . .cie . .cie .. . si Joe gombal lagi”
“Kamu manis”
“Iiih . . .malas deh digombalin terus”
“Digombalin beneran marah”
“he he he he” Tawanya dengan lembut sambil mencoba menepuk bahuku yang kurus.
Saat itu kami tertawa bercanda ria, topik kami ngawur, entah apa yang kami bicarakan. Waktu itu seolah-olah yang kami tahu hanya tertawa, saling menertawai. Tapi tak satupun diantara kami yang tersinggung karena waktu itu kami benar-benar bercanda lepas seolah tak sedikitpun masalah dalam hidup kami. Kurasakan kedekatanku dengannya semakin erat, aku bisa bercerita lebih lepas dengan leluasa, begitupun dengannya, ia bercerita sesuka hatinya, kadang-kadang aku sempatkan mengirim SMS padanya, ia hanya bisa tersenyum sambil mencubit lenganku saat membaca SMS ku yang berisi “Kamu maniS”
Tak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan jam 12.40 WIB yang ditandai dengan terdengarnya kumandang adzan untuk shalat zuhur. Tanpa kami sadari sudah lebih tiga jam kami bersenda gurau.
“Shalat ke masjid yuk Joe !” Ajaknya sambil sejenak menghentikan tawanya.
“Ayo ...”
“Yaudah, tunggu bentar Ci antar gelas ke dalam dulu”
“Yang cepat ya, jangan lama-lama”
“Mang kenapa kalau lama ?”
“Yang pasti aku sendirian disini nunggu kamu, masak sih aku ditinggal sendirian ?”
“Ya itukan derita Joe” cetusnya sambil berlalu kedalam rumah.
Saat aku belum sempat memikirkan apa yang akan menjadi bahan pembicaraan kami nanti, ia sudah keluar dari dalam rumah. Seksama kupandangi wajahnya yang sudah mulai berminyak karena kepanasan. Saat itu aku lihat seluruh tubuhnya, sempat aku terka kalau tinggi tubuhnya hanya sekitar 155 cm atau mungkin 160 cm. Yang pasti aku jauh lebih tinngi karena tinggi tubuhku hampir mencapai 175 cm.
“Oia, kalau aku yang jadi Imam shalat ntar gimana ?”ujarku sambil bercanda.
“Ide bagus tu, mang Joe bisa jadi imam ?”
“Bisa dong, apa sih yang aku gak bisa ?”
“Sombong, anak manja kayak Joe mau jadi imam ?”
“Siapa bilang aku anak manja ?”
“Ci yang bilang, mang gak dengar kalau Ci barusan ngomong ?”
“Ah kamu ini, yo wes sesok aku jadi imam kowe (yaudah, besok aku jadi imam kamu)”dengan sedikit bahasa Jawa aku balas candaannya.
“Ha ha ha ha, Joe ini cuma itu ya stock bahasa Jawanya ?”
“Tau aja kamu”
“Tau dong, apa sih yang aku gak tau dari kamu ?”
“Waduh, ada yang gombalin aku kayaknya ni . .. “
“Iiiih . . . GR banget sih, masak Ci gombalin Joe ?”
“Udah nyampe ni, ambil wudhu dulu yuk !”
“Ayo”
“See you Ci”
Sambil meninggalkan senyum kecilnya ia berjalan menuju tempat wudhu wanita.
Dalam waktu yang tidak begitu lama ku langkahkan kakiku menuju Masjid dan sepintas kusempatkan mataku melirik ke arah temapt wudhu wanita dengan tujuan agar aku bisa melihatnya sebelum shalat. Tak sempat aku melihatnya waktu itu, karena ia masih di dalam dan aku langsung mengambil posisi dan mengikuti shalat sebagai makmum.
Seperti biasa aku lebih dulu selesai shalat dan ku sempatkan melihat-lihat lingkungan disekitar masjid sambil menunggu wanita pujaan hatiku yang belum sempat aku sampaikan padanya. Berselang beberapa menit, ia sudah keluar dari dalam dan mengajakku kemali ke kosnya sambil berkata :
“Pulang yuk !”
“Huum . . .”
“Tadi apa doa kamu ?”sambil berjalan menuju kosnya ku sempatkan bertanya dengan tujuan mengeluarkan beberapa gombalan kecil yang aku bisa.
“Ada deh, mau aja sih” jawabnya singkat
“Ayo . . . apa tadi doanya ?”sambungku sambil tersenyum kecil
“Memang apa doa kamu tadi ?”tanyanya sambil melirik ke arah ku
“Aku Cuma berdoa semoga aku dan keluargaku selamat dunia akhirat serta semoga . . . .” dengan nada rendah ku hentikan jawabanku
“Semoga apa ?, ih bikin penasaran ja ini orang”
“Semoga hari ini terulang esok, lusa dan nanti”
“Wow . . . dalam banget sih kata-katanya, mangnya kenapa harus terulang ?”
“Gak ada, senang aja rasanya seperti ini, bisa bersama ci dari pagi dan kalo bisa sampai sore atau malam”
“Ngarep . . . .Ngarep.com judulnya ni . . .”
“Akh . . . bisa aja kamu, emangnya ini lagi browsing ?, kalau ada jaringan internet dari hati kamu gak apa-apa juga sih, aku pasti jadi pemakai jaringan yang paling setia dan bandwithnya paling banyak”
“Weeew . . . mulai deh gombalannya orang komputer”
“ha ha ha ha . . . (dalam hati aku berkata kenapa harus dihubungkan ke komputer) kamu ini, ada-ada aja, masak gombalanku gombalan komputer, kayak robot aja”
“Makanya jangan gombalin orang aja, ingat tu anak istri dirumah”
“What ? anak istri ? aku belum married lho say”
“Oia ya . . . kirain tadi kamu udah married” jawabya sambil mengeluarkan tawaan mengejek
“kamu ada-ada aja, aku tu belum nikah, sekarang masih nyari calon istri”
“Memangnya kamu mau nyari calon istri kemana ?”
“Aku sih gak mau cari jauh-jauh, kalau bisa yang dekat-dekat aja, orang-orang yang disekelilingku aja, mmmmmmmmm kalau bisa ni ya, yang di samping ku aja, biar aku gak terlalu jauh mencari dan gak perlu masa ta’aruf yang lama soalnya aku udah kenal orangnya dan tiap hari bersamaku”
“Huff . . . mulai deh si Raja Gombal mengeluarkan jurus ampuhnya . . .”
Tak terasa kami sudah lama berdiri didepan kosnya, mungkin karena lupa atau sengaja karena terlalu larut dalam candaan diantara kami, walau dalam hati kecilku sebenarnya candaanku serius dan berharap ia mengerti dengan candaanku. Tanpa sepatah katapun kami melangkah menuju kursi yang ada di teras kosnya dan melanjutkan candaan yang bagiku adalah sebuah candaan serius yang sulit untuk diungkapkan.
Hari itu kami makan siang di sana deselingi berbagai candaan dan tawaan kecil sambil sesekali bahkan berkali-kali kupandangi wajah indahnya. Hingga saat itu jam di handphone jadulku menunjukkan pukul 20.20 WIB. Akupun pamit pulang karena hari sudah malam dan sudah pasti jam bertamu mendekati ambang batas yang membuat aku terpaksa meninggalkan seorang insan terindah yang pernah aku jumpai dalam hidupku.
“Aku pamit pulang dulu ya Ci, udah malam”
“Iya, kamu hati-hati ya”
“Saat berdiri sambil pamit tiba-tiba ada seorang pengendara motor melaju kencang dengan suara knalpot racing yang begitu bising, aku sempatkan berkata :
“I Love You Ci” dengan yang sangat lembut dan super pelan agar ia tidak mendengar ucapakanku sambil berlalu pulang karena sejujurnya aku tak sanggup kalau ia mendegar kata-kataku.
“Apa ?”jawabnya spontan seolah tak mendengar atau bahkan tak mendengar dengan jelas apa yang baru saja aku ucapkan.
“Barusan Joe bilang apa ?”sambungnya menanyaiku
“Aku pamit dulu ya”
“gak, Joe gak bilang itu tadi”
“ya, aku bilang tadi aku pamit ya, itu aja kok” jawabku meyakinkan dengan raut wajah super serius agar tak kelihatan ekpresi bohongku
“Oh, yaudah hati-hati ya !”
“See you . . .”
Aku beranjak pergi meninggalkan seraut wajah mungil yang polos itu, sambil berdoa semoga malam ini cepat berlalu dan matahari pagi cepat menampakkan sinarnya agar aku bisa bertemu dengannya lagi. Ingin ku percepat putaran bumi ini rasanya, agar tak sedetikpun waktu terlewat tanpa dirinya disampingku, tapi mungkinkah ?
Malam itu, gerimis membasahi bumi padang yang terasa panas. Sejenak kurasakan dingin udara malam kota ini, sambil menikmati segelas teh kusempatkan mengirim SMS ke ponselnya “GooD NighT Ci . . . Hv a Nice drEaM”.
Episode 3
Kejadian Malam Itu
Hembusan angin sore ini membuatku serasa ada di suatu tempat yang tak mampu kudefenisikan, suaranya, belaiannya, serta aroma berbagai bunga yang hanyut terbang bersama angin sore itu seakan merayap dalam hidungku. Sulitnya kudefenisikan bagaikan sebuah permasalahan Aplikasi Persamaan Differensial Orde-n yang tak Linear. Kupandangi setiap sudut di sekelilingku, pandanganku berhenti pada sebatang pohon Manggis di belakang rumah, sempat terpikir olehku, andai aku sekuat pohon itu, tabah dan tak peduli apapun yang terjadi disekelilingnya, berusaha keras untuk hidup, tumbuh besar. Tapi kenapa aku jadi pengecut seperti ini. Sejenak timbul kesadaranku akan sikap pengecut yang ada dalam diriku. Sekejap pikiran itu hilang dengan kedatangan sebuah pesan singkat (SMS = Short Message Service) dari gadis ayu Apricia Bening namanya yang kerap aku panggil cici. Akupun terbangun dari lamunanku yang tak tentu arah dan beranjak kedalam rumah sambil membalas pesan singkat tadi.
Tanpa kusadari ternyata hari mulai malam, rumahpun mulai terlihat gelap karena listrik saat itu padam. setelah menyelesaiakn shalat maghrib, tiba-tiba terpikir olehku kenapa aku tidak coba ungkapkan perasaanku pada cici ?. Tapi aku berpikir bagaimana persahabatan kami nantinya. Dilema malam itu berhasil merenggut rasa ngantukku hingga aku terjaga sampai adzhan subuh.entah sadar atau tidak, malam itu aku sibuk merangkai kata untuk mengungkapkan persaanku padanya. Bahkan aku juga tidak tahu entah berapa kali aku mempraktekkannya sendiri hingga berkali-kali aku dengar beberapa celotehan mengejek dari teman-teman dikontrakanku yang biasanya full music tiap malamnya. Harapanku malam itu semoga pagi cepat datang dan aku bisa bertemu dengannya untuk mengungkapkan rasaku.
Mungkinkah ? Sanggupkah aku mengutarakan perasaanku pada seorang wanita yang selama ini menjadi sahabat karibku ? rentetan pertanyaan itu benar-benar mampu mencuri semua rasa ngantuk yang dalam diriku malam itu. Aku benar-benar terjaga hingga fajar menampakkan wajh cerahnya menandakan hari itu cuaca akan cerah, namum tak secerah hatiku yang akan semua rasa yang bergejolak kian membara hingga rasanya akan membakar ubun-ubunku.
Subuh itu aku berdoa semoga tuhan memberikanku kekuatan dan kesanggupan untuk menuntaskan dan menemukan jawaban atas semua rasa yang berkecambuk dalam jiwaku. Pagi itu dengan langkah lunglai kuambil handuk dan bergegas kekamar mandi. Kuguyuri seluruh tubuhku dengan air yang dinginnya menusuk ketulangku, lama aku termenung tak tentu arah sambil menikmati kucuran air diseluruh tubuhku. Aku tersadar ketika salah seorang temanku memanggil dari depan pintu kamar mandi, akupun segera menyelesaikan mandi dan bergegas keluar dan tak lupa kupanaskan air untuk persiapan minum kopi pagi itu.
Sambil menyiapakan dua gelas kopi, temanku Jamal pergi ke warung yang tak jauh didepan kontrakan kami untuk membeli beberapa makanan kecil serta sebungkus kecil rokok yang berwarna putih. Jamal adalah seorang teman yang kukenal sejak awal kuliah, dia jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, sebenarnya dia jauh lebih tua dariku, tapi kami sudah terbiasa panggil nama. Ia lebih akrab dipanggil Jems. Sehari-hari aku sering berkomunikasi menngunakan Bahasa Inggiris dengannya, hitung-hitung melatih kempuanku berbahasa Inggris yang waktu SMA di Ijazah nilaiku cuma 6.00 tapi aku tetap percaya diri walaupun kadang-kadang aku harus menggunakan bahasa Ibu pada beberapa kata percakapan kami. Sambil menyeduh kopi hangat pagi itu, ia sempat menyinggung apa yang aku lakukan tadi malam, aku berusaha mengalihkan pembicaraan ketopik lain, karena aku juga malu untuk menceritakannya. Ia pun terlihat mengerti maksudku dan mencoba tidak menyinggung hal itu lagi.
Hari itu Sabtu 03 April 2010 akupun mulai melancarkan rencanaku. Dengan bebrkal beberapa pesan singkat akupun mulai mengajak Apricya Bening ketemuan, dengan santai ia membalas pesanku dan menawarkan bubur yang sedang ia masak untuk kucicipi. Dengan senyum penuh harapan aku langsung aku balas pesannya dan aku katakan jam 4 sore aku ketempatnya.
Hari ini mungkin akan jadi hari bersejarah dalam hidupku, beribu pertanyaan timbul dalam pikiranku, apa yang akan terjadi nanti ? apakah aku akan dianggap cuma dianggap bercanda ? atau mungkin lebih buruk lagi, aku akan dianggap merusak persahabatan kami. Semua pertanyaan itu terus berkecamuk dalam pikiranku.
## Bersambung . . . . :)
Cerita ini adalah Semi Fiktif, jadi jika ada kesamaan Nama, tokoh, karakter, tempat waktu, dll . .. Ya maap .