Oleh: Sarwindah Ramandiastuty (winda)
Semua terjadi begitu cepat tanpa terasa usiaku sudah beranjak 19 tahun, dan tanpa terasa pula aku sendiri tanpa seorang kekasih di sampingku. Aku iri dengan teman-temanku yang telah memiliki tambatan hati. Mereka selalu bersama sedangkan aku seperti obat nyamuk yang bersedia duduk manis seolah-olah mereka tidak ada. Oh iya aku lupa memperkenalkan diri namaku Riri Krisandini, teman-temanku biasa memanggilku Riri. Aku seorang mahasiswa Universitas Negeri di Jakarta, dan sekarang aku sudah menginjak semester 3 jurusan Akuntansi.
Ya sudah perkenalannya, kita lanjutkan lagi ceritanya. Memang kadang aku berfikir mengapa aku susah sekali mendapatkan seorang kekasih dalam hidupku. Apa karena aku orang yang terlalu pemilih, padahal aku bukan orang yang pemilih dalam berteman, tapi aku memang orang yang telalu pemilih dalam memilih pasangan. Aku begitu karena aku tak ingin salah memilih dalam pasanganku nantinya. Sahabatku yang bernama Susan dia acap kali memperkenalkan teman laki-lakinya padaku, dan aku tidak pernah menolak niat baiknya itu. Tapi entah kenapa setiap dia memperkenalkan temannya itu tidak akan bertahan lama aku dan temanya itu berhubungan, paling lama hanya 2 minggu. Tapi Susan tetap saja menjodohkan aku sama teman-temanya padahal aku sudah berkali-kali menolaknya. Susan memang sahabatku paling baik dia tak pernah bosan untuk menjodohkan aku. Sampai akhirnya aku benar-benar bosan dijodohkan, dan akhirnya dia mengerti tapi dia ingin aku menerima perjodohannya untuk yang terakhir kali.
“ayo dong Ri kali ini ajah, mau ya mau” Susan memohon padaku.
“tau ah bosen gua dikenalin ama temen lu mulu, tapi akhirnya kagag jadi juga”sahut aku.
“terakhir dah terakhir, ya ya ya”
“hmmm gimana ya?”
“mau ya”
“yaudah dah, ini terakhir kalinya ya?”
“siipp, gua yakin dia cocok banget ma lu”
“gag usah yakin dulu, ntar lu kecewa lagi ma gua”
“gua mah yakin, abis lu jomblo mulu. Kan gua pengen lu punya cowo Ri. Biar kita bisa double date, kan seru tuh kalo kita double date. Kagag kayak sekarang lu jadi obat nyamuk gua sama Randi”
“lagian lu udah tau mau jalan berdua pake ajak gua segala”
“hahahaha, biar lu iri ma gua”
“dasar peak lu”
Lama kita berdua bercengkrama, dan akhirnya Susan pulang karena hari sudah menunjukan pukul 10 malam. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu.
“waduh, dah jam 10 ajah. Gua balik dulu ya”
“udah nginep ajah sih, ntar gw bilangin ma tante”
“kasian gua ma nyokap lagi sendirian di rumah, bokap lagi keluar kota”
“owh ya udah, ati-ati di jalan, salam ya buat tante”
“ok, Assalamualaikum”
“walaikumsalam”
Aku antarkan Susan sampai pintu gerbang, rumah Susan dan rumahku tidak jauh jaraknya hanya terpaut 2 rumah saja. Tapi Susan sering kali menginap di rumahku, rumahku sangat sepi hanya berisi 3 orang saja yaitu ayah, ibu dan aku. Sedangkan kakakku ngekost di Bandung karena dia kuliah di Universitas Negeri di Bandung, dan orang tuaku sangat senang jika Susan atau teman-temanku menginap di rumahku karena itu akan membuat suasana rumah menjadi ramai.
“Riri.... Riri.... Riri....” panggil ibu sambil mengetuk pintu kamarku
“Riri bangun nak sudah jam berapa ini” panggilnya lagi
“hmmmm. Iya bu Riri udah bangun” sahutku
“cepat sudah jam berapa ini, nanti kamu telat”
“hah, jam 9” sontak aku kaget
“waduh telat nih bisa-bisa, mana ada matkul pak Ali lagi nanti jam 10”
Langsung saja aku mandi, dan bergegas ke kampus. Jarak antara rumah dan kampus sekitar 1 setengah jam lama perjalanan jika naik kendaraan umum. Sesampainya di kampus benar saja aku telat masuk kelas pak Ali. Dan sudah bisa diduga bahwa aku tak bisa masuk kelasnya karena aku terlambat. Dan akhirnya aku terpaksa absen pada matkul ini. Aku hanya bisa duduk di kantin sambil menunggu mata kuliah pak Ali selesai.
“Hay Ri, kenapa tadi lu sampe telat gitu” tanya susan padaku
“tidur malem gua, gara-gara ngerjain tugas pak Ali”jawabku
“waduh lu beloman”
“udah, kan semalem gua ngerjainnya”
“oh iya ya”
“eh ikut gua yuk”
“kemana?”
“ntar juga tau, ikut gua ajah dulu”
“males ah”
“udah ayo” sambil menarik tanganku
“iya, iya”
Nggak taunya si Susan membawa aku ke gedung B, dan Gedung B itu isinya mahasiswa teknik semua. Karena memang itu gedung falkutas teknik. Aku kurang mengerti mengapa Susan membawaku kemari. Dan dia menyuruhku menunggu di taman kampus. Sebenarnya agak males jika harus menunggu tapi tak apalah bila sahabatku yang meminta.
“Ri” panggil Susan, dan aku melihat dia tak sendiri tapi dengan seorang cowok di sebelahnya.
“Ri, kenalin ini adit temen gua” Susan mengenalkan aku pada temannya
“hay, gua Adit”adit memperkenalkan dirinya
“hay, gua Riri” aku membalas tangannya
Ternyata Adit sudah semester terakhir, dia merupakan anak anak terakhir dari tiga bersaudara kakak pertamanya laki-laki dan kakak keduanya perempuan. Semua kakaknya sudah menikah tinggal dia yang belum. Adit tinggi proporsional, dengan gaya yang tidak terlalu mengikuti mode, memang dia tidak memiliki kulit yang putih tapi dia memiliki wajah yang manis dan sangat sesuai dengan warna kulitnya. Di lihat-lihat juga dia orangnya baik dan pendiam tapi dia memiliki sifat yang humoris. Adit di Jakarta ngekost karena rumahnya yang jauh dari kampus, dia tinggal di daerah Bogor.
Sudah sebulan lamanya aku dan Adit kenal. Selama itu aku dan Adit sudah SMSan, telpon-telponan, bahkan kami juga sudah sering jalan. Dan aku sangat cocok dengan Adit. Dia selalu mengerti aku dan tidak pernah egois. Aku rasa aku mulai mencintainya, tapi aku tak bisa mengungkapkan perasaanku padanya karena aku perempuan yang tak mungkin menyatakan perasaanku. Aku hanya berharap Adit mempuyai perasaan yang sama kepadaku, dan dia menyatakan perasaannya padaku.
Dan tanpa terasa sudah 3 bulan aku kenal dengan dia, dan kami pun semakin dekat. Kami sudah seperti sepasang kekasih. Di kampus pun kami sering dianggap sepasang kekasih. Tapi anggapan itu salah aku dan Adit tidak pernah menjalin ikatan, kami dekat tanpa ada hubungan yang jelas. Dia tidak pernah menyatakan perasaannya padaku, aku selalu bertanya-tanya sebenarnya hubungan apa yang aku jalani dengan Adit saat ini. Aku sempat berfikir ingin mempertanyakannya pada Adit tapi aku tidak punya keberanian.
“San, sebenernya Adit sayang n’ cinta gak sih ma gua” tanya aku ke Susan
“waduh, lu kok tanyanya ke gua ya mana gua tau. Harusnya lu tuh tanyanya ke Adit” balas Susan sambil membaca novelnya
“ya kan sapa tau Adit cerita-cerita tentang perasaannya sama lu”
“Adit tuh orangnya tertutup, jadi dia gak pernah cerita-cerita sama gua”
“cari tau kek San, sakit juga gua kalo gw di gantungin gini terus”
“kata lu gantungan baju?”ledek Susan sambil cengengesan
“tau ah”
“iya iya ntar gua cari tau”
Malam harinya Adit datang ke rumah, gak tau kenapa tumben-tumbenan malam hari kerja begini dia ke rumah. Biasanya dia datang kalau malam minggu saja. Perasaan ku tidak enak dia datang, jantungku berdegup cepat tidak seperti biasa kayak ada berita buruk yang akan aku terima.
“Assalamualaikum” salam Adit sambil mengetuk pintu
“Walaikumsalam” sahut ibuku dari dalam rumah
“eh nak Adit tumben nih, cari Riri ya?”
“hehe iya bu, tadi abis pulang dari rumah Susan sekalian mampir deh. Riri ada bu?”
“iya ada, masuk dulu nak”
“makasih bu” Adit berjalan masuk ke dalam rumah.
Adit dan orang tuaku memang sudah dekat. Ayah dan ibuku menganggap kami sudag berpacaran dan mereka sangat setuju jika aku menjalin hubungan dengan Adit. Kakakku pun sudah mengenal Adit. Adit orang yang ramah dan sopan,jadi orang yang baru kenal dengan dia akan cepat sekali akrabnya.
“eh Dit, tumben malem-malem begini”sapaku
“iya tadi abis dari rumah Susan, sekalian aja mampir ke rumah”
“Ri, ada yang aku mau bicarain sama kamu?” sambung Adit
“mau bicara soal apa?” tanyaku
“soal hubungan kita”jawab Adit
“akhirnya”kataku dalam hati
“ok” sahutku
“tapi jangan disini, kita bicarakan di luar saja” ajak Adit
Kami berdua duduk di teras rumah
“Ri, aku tau kamu pasti akan kecewa sama aku” Adit memulai pembicaraan
“aku kecewa kenapa? Kamu gak punya salah sama aku”
“aku udah tau semua perasaan kamu ke aku, aku tau semua itu dari Susan. Mav sebelumnya, aku emang sayang sama kamu tapi rasa sayang itu nggak akan bisa bersatu karena aku sudah di jodohkan oleh orangtua aku dan aku nggak bisa menentang keputusan mereka. Maaf Ri, mungkin hubungan kita hanya sebatas sahabat dan nggak bisa lebih dari itu.” Jelas Adit panjang lebar
“semoga kamu dan dia bahagia, kalau kamu bahagia aku juga akan bahagia” jawabku sambil menahan tangis. Supaya aku tidak menangis di depan Adit.
“kamu juga, semoga kamu mendapatkan pendamping yang lebih baik dan selalu sayang sama kamu” timpal Adit.
Setelah itu Adit pamit pulang pada kedua orangtuaku. Setelah adit pergi aku dengan cepat masuk ke kamar dan seketika air mataku mengalir dengan derasnya, perasaan ku seperti aku jatuh dari lantai 10 dan masih di timpa reruntuhan bangunan itu. Sedih rasanya aku mendengar penjelasan Adit. Tapi aku mencoba sabar dan menerima semua itu. Mungkin Adit bukan jodohku dan jikalau dia jodohku pasti kita akan bersatu lagi. Dan aku selalu berharap semoga aku dan Adit berjodoh.
*****
Created By Sarwindah Ramandiastuty (winda)